Copyright © dahanpinus
Design by dahanpinus
May 24, 2006

the doors


"gumul-klaten 28 05 2006"



(kita bertempat di pojok semalam itu
kau pilih berhadapan tak hendak bersebelahan seperti kebiasaan
aku pesan capucino lalu the doors sebagai iringan
pengisi kekakuan yang mungkin terlewatkan, atau
kukira jadi pemicu kekacauan pada keyakinan.
aku lupa kau pesan apa mungkin aku tak terlalu pedulikan
juga tatapan tajam saat musik mulai
penuhi ruang sejenak lagu berjalan)

"Nang, kenapa kau selalu terpaku dan diam saat mendengar
lagu yang kauinginkan. Kau jadi menyebalkan,
nampak dungu seperti melihat penari telanjang."

"Ya, melihatnya telanjang sekaligus bersenandung,
bagai kesurupan rayuan ajakan bercinta dengan bidadari
beriringan menuju alam pesarean. Inilah pertemuan terakhir
dan nanti berbatas kafan. Juga bunyi genderang ingatkan,
bagi pintu lain terbuka menerima jiwa melayang tak bertuan."
"Lalu, kenapa kau risaukan,
aku hanya mendengar nyanyian dan hanya kutafsirkan dengan
sepenuh hati seolah aku yang alunkan.
Tokh, tiada lagi ku terkapar mabuk dengan mariyuana
dan botol minuman berserakan."

"hey! orang gila yang mati itu telah meracuni pikiranmu,
pahlawanmu adalah iblis yang gunakan musik menyesatkan.
Tentu saja kau hanya tafsirkan bukan dengan wahana tambahan,
mariyuana telah ada dalam darahmu, jadi untuk apa kau butuh sarana.
Mereka telah mengalir dalam dirimu, bahkan bisa saja
kau terkapar diam mematung tanpa gunakan apapun sebagai mainan."
"Untuk apa kau katakan tentang jiwa-jiwa dan kematian,
aku sudah bosan mendengar orang yang kerasukan lalu kesetanan
menceritakan banyak hal yang tak sepenuhnya kupahamkan.
Apa yang coba kau lakukan?
Berlindung pada agama atau etika yang membuatmu
kian rapuh dan renta."


"Nan, aku katakan apa yang kurasakan. Persepsi bukanlah indra keenam.
Setidaknya aku berterus terang bahwa aku fana lalu terbang.
Seperti naik ombak-banyu, awalnya mual tapi di akhiran aku benar
tenang-ringan tuli-sebagian, aku ingat apa yang ingin kuingat
dan semua yang membahagiakan atau berakhir kesedihan,
meski nanti akan tersungkur memuntahkan beban
yang naik ke tenggorokan."

"Kesinilah monyet, luruhlah dalam dekapan
tanggalkan semua beban hingga kau telanjang
bukan hanya dalam pikiran tapi keadaan sebenar,
dengan telanjang kau dapat mengukur kebijakan jiwamu
menerapkan apa yang kau yakinkan jua menafikan hasrat,
yang membebani menjadi sekedar bayangan berselimut ketakutan
akan hari penentuan. Kau rasakan pandangan apa yang kau pilih untuk gunakan:
mata jiwa atau mata birahi yang gerakkan raga datang.
Sudah jangan terlalu berpikir, cinta tak lekang bila dipikirkan
atau diperdebatkan. Lakukan saja yang menurutmu benar.

"Lalu... kemarilah saja dan tanggalkan
aku tahu badanmu terbakar oleh amarah juga kebencian
yang coba kau ingkari atas nama kesucian.
Dengan dekapan akan kurasakan ketakutan kesedihan sampai kita pada daur sama kepanasan dan setelah sampai pada suhu normal,
dingin akan menyergapmu sampai terdiam.
Biar saja, akan ku biarkan dayamu telah hanyut bersama dingin malam
dan tak akan kuasa kaukembangkan imaji gila terbangkan jiwa ke awan.
Atau, setidaknya bebanmu hilang atau terbagi bersamaku bukan bersama yang lain, yang kurisaukan."
"Di bumilah bersamaku, di awan tak akan kau temukan tetumbuhan
juga hamparan perdu lantana yang sering kau jadikan alas rebahan
kau bisa belajar langit dari kejauhan,
di sana kau tak akan berteman juga kesunyian.
Bagaimana kau bisa belajar mendewasakan jiwa agar layak
bersanding di nirwana, jika tak kau hadapi tantangan dan musuh berlatih sepadan?

Akulah yang kau inginkan dan kau akan pahami kebijakan
dengan pelukan dan hasrat yang masih melekat di badan."

"Nan, sekarang kau yang seperti agamawan
sekte mana yang kau anut sehingga aku selalu terpesona
mendengar setiap tutur yang kau ucapkan hingga kuikrarkan bahwa
akulah pengikut yang belajar menyemai benih di padang nyata
dan mencukupkan kekurangan kepada dirimu sebagai tambatan."

"Cukup.
Berhentilah berdalil dan membuai seorang perempuan dengan bualan
aku tahu ujung yang akan kau inginkan, jiwamu di dalam kosong bagai pipa.
Itukah yang ingin kau katakan?
Apakah tidak kau rasa bahwa akulah air yang selalu
membuatmu berarti. Kehidupan kosongmu kupenuhi dengan harapan kesegaran."
"Cukup, kau tetap seorang insan
yang butuh rebahan menguji hasrat juga jiwa bersandingan dan janganlah
terlalu kau gunakan pikiran."


"Matikan musik itu dalam pikiranmu
tanggalkan beban dan kemarilah dengan senyap
lalu rasakan dengan mata apa kau memandang
nanti kau akan ketahui alunan dalam degup menyatukan
serentak kita menari didalamnya sampai tenang
dan pahami bahwa aku begitu berarti untuk kau tinggalkan."

"huh!
aku memang monyet, konsistensi masih haram
dan yang tetap adalah perubahan."

---
Semarang, 18 Mei 2006
---
May 18, 2006

luruh bersama pepohonan


Seperti floria juga pepohonan,
tak bisa tentukan tercantik terteduh sebagai hiasan juga naungan di taman
juga tak tertuntaskan untuk lukiskan seluruh keelokan dengan kanvas membentang

Seperti benalu penghisap bernaung sirnakan keindahan,
tak terpikirkan maskumambang* kuning subur menghampar selimuti daun tehtehan
mampu sembuhluruhkan sakit mengeram

Seperti beban saat siang, beratus kali patahkan keyakinan
bertahan agar tak mati lalu trubus regenerasi tak hendak diam

Seperti rindu, selalu datang sesakkan ruang,
awalnya bahagia berpengharapan, semua simbol mengejawantah saat kehadiran
bagai burungburung sriti hilir mudik gegas redup merkuri sinari percakapan,
lalu lenyap sebentar dan hilang sebelum malam benar menakutkan

Sakit bila tak tertuntas lepas
bergumam rapal kecewa meratap roncean melati terbiar
lalu kugunakan pepohonan asem membumikan ilusi penglipur
seolah dinaungannya jemarimu tergenggam

Letihpun nanti membiasakan
dan kau akan mewujud pada keindahan alam

Seiring hari aku belajar luruhkan siksa meradang bersama dedaunan,
dengan kebahagiaan yang kumasukkan daftar terjemahan,
merujuk pada siksa untuk ilusi yang dihadirkan

Sepertinya yang tinggal tetap nanti, adalah perubahan
dan apakah rindu menari adalah kealamian
atau tombol yang mudah dihidupmatikan,
bersama waktu kita akan tafsirkan,

tapi, apakah patut kita rasakan...
----
Semarang 18 Mei 2006
---
*nama jawa untuk benalu spt mie kuning
May 10, 2006

aku terlanjur terbakar


setan disampingku waktu itu
tiada lagi keteduhan, ketenangan
kebesaran jiwa dari jasadjasad suci

rajutan berharga indah menyala
terbakar hingga buram hampir sirna
tiada tersisa bunga
juga dahan patah terlibas gegas
coba padamkan nyala

terlanjur,
bersama anjing menyalak tak jua tersedak
malaikat terusir rasuki jiwa
berharap kuasai raga alat dunia

kau sapa saat mengada atas nama kegelapan
dimana Tuhan mengusir jiwa berandal
juga jasad basi penuh lalat
tiada lagi hati juga waktu dilalui berharga tersisa

aku akan jadi musuh bagi terang
juga mengingkari setiap penebusan
nyala terang akan hangus menjadi tiada
hati akan menghamba untuk berkorban
pada sesuatu yang nanti tercampakkan
---
Semarang, 10 Mei 2006
---
floria, maafkan telah membuat dahan2 bernaung
menjadi patah. semoga tumbuh batang baru disitu...
May 5, 2006

3/4 malam


Malam berhias bintang yang tentramkan
juga angin sepoi tenang
Kuharap Shalawat dan dzikir mengurai kemarahan
nanti luruh dalam kesunyian
sementara kupilih duduk di bangku beton
depan tempat yang kusebut rumah
pada sudut yang memungkinkan
memandang keberadaan juga ketiadaan bersamaan

Pepohonan palem dan pinus,
juga duwet dan kamboja berseberangan
Terang neon didalam dan merkuri jalanan,
juga gelapsepi pemakaman mencekam
Aku benar sadar saat di luar keberadaan
nampak detil tak terpikirkan
pepohonan palem yang kutanam,
satunya miring melintang
juga dua pohon duwet,
satunya tegak menantang
tetapi temannya tampak bertambah kemiringan
lalu kucing manis yang tampak waktu siang,
bersuara mencekam bertingkah aneh bergegas masuk makam

Bintang tak kuasa terang sirnakan
keangkeran pohon duwet di pemakaman
Binatang malam tak terdengar saat siang,
tapi bersuara ganjil menyambut keheningan

Harihari siangku selalu terjejal dengan pengetahuan,
juga pekerjaan yang memberi kekosongan pembuat mual,
dan berujung dengan letup kemarahan
juga hasrat melawan

Sisanya tak hilang waktu malam,
dan tak bosan kuadukan pada-Mu

"aku mungkin mengharapkan berlebihan pada bintang,
pepohonan juga hewan, dan ternyata sakit jika diharapkan
berkebalikan."
"aku akan pulang ke rumah kesepian, hingga tak kukenal siang
ketiadaan. Bunga kamboja dan pepohonan besar akan kuanggap
sebagai teman."
"Kucing bersuara aneh, akan mengunjungiku tiap malam."

pada-Mu kuminta diingatkan,
Kekosongan kendi agar kuiisi air sejuk pemaknaan
agar berat tak limbung karena gerakan.
Juga nanti mampu rebahtidurkan raga yang malang, untuk temani
akar pepohonan mengakrabkan pada awal yang tak mendapat
penghargaan.

pada-Mu kuminta diijinkan,
menghirup wewangian kamboja yang berguguran dan rebah
dalam buaian.
Temani raganya sementara hingga pudar lekang,
dan biarkan jiwanya bersanding sebagai teman kesepian

Saat 2/3 malam, kutitipkan bisikan lewat angin
bagi teman2 kehidupan yang kutinggalkan
untuk tak pudar beri doa sekedar
agar jiwaku juga berteman dengan suci cahaya bintang
---
Semarang, 3am 5 Mei 2006
---
May 1, 2006

suatu masa bila kita berjumpa


malam datang menata peranti
juga ruang hati yang kita sisakan
untuk suatu masa agar tergambar pasti

aku hanya tahu setiap saat jelang waktu itu
semua kesangsian akan terurai perlahan

kebodohan akan luruh sampai pada kebijakan terbaik
seperti kau impikan diangan

bagai begawan yang lepaskan egonarsis
akan kuucapkan dari hati terdalam
disisimu obyektifikasi memungkinkan,
kesanggupan indah kata yang pernah tertuliskan
keberanian dosa bermain wingit perasaan
kesakitan menahan rindu desak sesakkan

semua akan kulepaspasrahkan
pada lembut tatapan
meski kalut repihan perasaan

tapi bagai musisi akan kucamkan
notasi yang akan kita sepakati

sejak itu yakinlah,

tak mungkin lagi kukacaukan,
nodai ketetapan tempo pecahkan harmoni berserakan
pada komposisi yang terlanjur kita mainkan

---
Smg, 1 Mei 2006
---
*vita brevis, venus longa floria..."