Copyright © dahanpinus
Design by dahanpinus
Mar 27, 2006

Tentang


Mengapa harus kau risaukan, andai hidupmu telah bernuansa
dengan warna-warni primer terang.
Lalu apalah makna kehadiran warna buram dari pastel
yang akan kutoreh untuk menggambar bening wajah dihadapan.

Mengapa harus kau takutkan,
aku hanya akan belajar dari seorang perempuan.
Bukan berupa konsep dari buku tua-usang dan
buku yang dulu kucuri dari perpustakaan,
semua telah meracuni pikiran.

Dari seorang gadis aku belajar,
sebuah terapan tentang kesiapan luka akan datang
jika berlebihan mengharap untuk kenyataan,
juga tentang penantian, kesabaran,
dan penderitaan karena penolakan,
serta penerimaan selalu membahagiakan

Denganmu teori dalam genggaman,
Dialektika tiada lagi diawang-awang,
seperti Sokrates katakan bahwa ia belajar dari perempuan
dan aku ungkapkan bahwa bagian terbaik dariku,
kuperoleh dari seorang perempuan
meski tiada berkenan selalu iringi perjalanan

Tak perlu kau kuatirkan,
Darimu hanya ingin kubuat sketsa dengan pastel buram,
untuk membumikan angan menjadi catatan pengingat pelajaran
akan kucerna kedalam otak kiri dan kanan
lalu nanti akan kembali kutafsirkan
dengan estetis menjadi etis bagi sebentuk hubungan
---
25 Maret 2006
---
Mar 24, 2006

Dalam diam

Dalam diam,
tersusun rencana ke depan dalam tatanan rel panjang,
hingga tak melenceng dalam tujuan

Dalam diam,
terurai konsep-konsep yang terserap pikiran,
agar nanti menjadi salah satu pegangan

Dalam diam,
tertahan hasrat penghancuran yang bergulung bagai ombak
hancur dengan pemecah gelombang

Dalam diam,
terefleksikan duka mana yang mendewasakan, dan suka
yang senantiasa membawa kekanakan

Dalam diam,
terbebaskan pikiran yang membawa jiwa bermain dengan
khayalan

Dalam diam,
terangkum setiap angan menjadi pesona, yang tak jua terabaikan
meski dalam keramaian

Dalam diam,
tercipta getaran yang mendekatkan rasa, meski tak tertaut
oleh ruang

Dalam diam,
terasa cinta berisi ketakutan untuk ungkapkan kebenaran,
dan lebih menyiksa apabila nanti kehilangan

Dalam diam,
aku berharap kau rasakan kelelahan yang kurasakan
dari pengendalian agar cinta tak terbumikan,
sehingga aku tak tersiksa sendirian

---
23-24 Maret 2006
---
"Cinta tidak banyak bertanya, karena kalau berhenti sejenak
untuk berpikir, kita menjadi takut."(By the river piedra i sat
down and wept: Paulo Coelho).
Mar 21, 2006

Bimbang (Kontradiksi saat terataiku kembang)


Andai kutahu kau seindah fajar bila kembang
maka akan kusimpan engkau didalam ruang
biar kumbang tak menjamah kecantikan terpancar
atau matahari tak kagumi dan limpahi sinar terang

Andai kutahu kau seelok rembulan saat kuncup malam
maka akan kuberi kau kemasan luas membentang
agar angin malam tidak usik ketenangan
atau rembulan tak tersaingi dan mencuri keanggunan

bila kau kukekang kau pasti mati kekurangan
adalah abadi hasratmu pada panas terang
meski tampak menderita daun terbakar
adalah mahkota terbaik kau persembahkan

bila kau kulingkupi kau akan layu keesokan
adalah abadi kebutuhanmu pada angin malam
meski tampak terdera dingin semalaman
adalah kuncup anggun yang kau berikan

andai kutahu kau tidak dapat kuraih dalam dekapan
maka akan kubiarkan kau liar tanpa perawatan
tapi hatiku selalu tertarik seperti kumbang
dan relakan mengabdi untuk ketiadaan yang kuharapkan

bila kau terlalu tercurah dalam perhatian
adalah tumbuh benih jiwa lalu akan bermekaran
kemudian diombang-ambingkan pertentangan hasrat dan perasaan
dan cinta tak jua pilihkan, juga tenangkan pertanyaan
---
3am, 21 Maret 2006
---
kulukis teratai dengan kata,meski tak seindah Monet
melukisnya dengan kuas cat minyak dan kanvas.
Mar 16, 2006

Kepada Gerimis

Pintu ruang depan kubuka, sudah larut malam
gerimis kutunggu, tapi tak kunjung datang
padahal kunantikan sejak fajar pagi ini menjelang
gerimis berbohong atau hanya kabar burung dari guntur, langit dan angin seharian,
yang terlalu cepat masuk dalam keyakinan

Aku akan keluar dan pastikan,
meminta penjelasan pada langit dan angin yang telah memberi harapan
dan kuminta jangan mereka ombang-ambingkan rindu dengan sebuah gurauan
aku tahu mereka pasti terdiam, lalu bintang datang menjelaskan.
Tetap saja kekecewaan tak pernah terobati dengan penjelasan,
juga kerinduan hanya ditenangkan dengan belaian kehadiran.

Di luar, masih saja terkabar gerimis akan datang,
dan sudah terlalu larut untuk dia datang
lalu kemana dia singgah dan lupakah pada tempat pertemuan?
Ragaku sudah tak tahan terjaga semalaman.
Bila dia tak kunjung datang,
akan kutuliskan saja pesan pada daun kamboja dekat pagar :

"Kau tetap kunantikan, bukalah pintu dengan setangkup bunga melati yang kutanam di luar, masuklah kau ke dalam, dengan pelukan menyatukan, lalu menetap di dalam , semau kau butuhkan, sampai subuh datang-

Dan pagi yang datang, dia tinggalkan dengan kesan :
dingin,
lelah,
sendiri,
kerinduan.

Datanglah lagi,
tapi jangan terlalu larut malam
---
16 3 2006
---
Mar 14, 2006

Kinan dan Kunang (Romans ilusi)



30 detik sampai beberapa menit berlalu begitu berarti, dan apa yang dikatakan oleh ahli administrasi publik, bahwa inti pelayanan adalah manfaat. Dan jelaslah bahwa filsuf pernah ungkapkan bahwa penilaian paling mudah ialah dengan melihat makna yang diberikan.

30 detik atau sampai beberapa menit tetap saja berarti meski menunggu sebuah lampu hijau berganti lampu merah, kesempatan bagi pejalan kaki untuk bersombong diri dan pemaksaan bagi pengendara untuk berhenti.

Untuk 30 detik atau sampai beberapa menit, saat itu Kinan dan Kunang mengada dan ada bersama dalam ilusi atau mungkin kenyataan yang membingungkan.


Kinan

Aku menyukai lampu hijau sama seperti aku menyukai lampu merah, dengan 2 kontradiksi itu kita dapat nikmati saja 30 detik atau sampai beberapa menit jari kita bersatu. Dan berpikir bahwa jalanan dan lalu lalang sedang berpihak pada kita, saat lampu merah itu tiba. Bila kita menyeberang sampai diujung sana, hati tertaut terangkum disela jari akan kembali ke dalam sanubari sendiri. Tapi jangan kau ragu bahwa esok akan kembali, untuk menikmati lampu merah-hijau di perempatan jalan ini.

Kunang
Aku selalu menyukai momen yang berkesan, dari seorang perempuan yang kurelakan menjadi pemimpin saat menyeberang jalan. Atau mungkin hanya untuk mengisi kerapuhan sebagai pria yang begitu silau oleh kecantikan. "Pandulah aku ke seberang sana, terseret bersama wangi kinanthi yang menyelimuti dan kurasakan bahwa aku sedang berada di taman kembang, bukan melintasi jalan raya yang memuakkan."
Bila sampai diseberang kejutkan aku saja untuk kembalikan, hasrat dan hati yang kembali ketempatnya, lalu akan kuhapuskan rasa malu dan jengah bagai pertama kali bercinta.

Kinan
"Hentikan kebiasaan bercinta dengan khayalan, agar kau paham bahwa trance atau ekstase yang kau dapatkan, hilang saat tersadar." Kenyataan adalah nakhoda kehidupan, dan senyatanya kau membuat lampu merah hijau begitu berkesan untuk sekedar dilewatkan sendirian, dengan muka masam keletihan. Dan pada kenyataan diriku bunga yang telah bernaungan, pergi sekedar untuk dihadirkan dalam pameran, dan kemudian kembali pada pawang.
Saat kita tiba di seberang dan lampu hijau ke-2 datang, relakan saja sesaat yang tadi bermakna menjadi sebuah ketiadaan.

Kunang
Sungguh aku belajar selami ketiadaan, juga khayalan adalah teman bagi pemuja kesendirian. Rite of passage yang berarti larangan, akan dapat kugenggam dalam impian. Meskipun ketidakseimbangan realita dan utopia seperti beban menghimpit memusingkan bagai bangun kesiangan.
Sudah kurelakan semua yang mungkin tak kudapatkan, karena bukan sebuah kepatutan. Dan kau adalah sebuah kinanthi, yang ingin kuberi papan larangan meski dalam impian-Jangan memetik atau berarti kematian-

Kinan
Kupahami kemarahan atau kekecewaan yang memang perlu kau lampiaskan. Berikan saja caci maki saat lampu merah waktu kita menyeberang kepada para pengendara yang diam.
Meludah pun kau pasti akan dibiarkan. Dan sepantasnyalah mereka biarkan, beri kesempatan untuk kehadiran pejalan, meraih satu tujuan. Atau nikmati saja hari saat kita bergandengan, tanpa hiraukan realita lain yang menunggu kita untuk beredar.

Kunang
Ya, carpe diem. Nikmati hari ini, seolah esok tidak akan datang. Marilah kita berpesta dalam 30 detik atau sampai beberapa menit kedepan. Kita habiskan masa singkat dengan kebahagiaan dan sedikit keliaran, seperti sepasang hedonis yang mencari pemuasan hasrat terpendam.
Jangan kuatir terhadap kegilaan yang kurasakan, karena bila sampai diseberang aku akan tersadar dengan senyuman untuk jengah dan malu yang bersama kita rasakan.
Dan orang, tentunya tidak akan mempercayai bahwa impian atau khayalan akan merugikan serta merusak kepercayaan.

Kinan
Kau hidup dalam kegilaan, yang sebenarnya tak benar dapat kupahamkan. kadang kau beri sebuah kehidupan lain serta harapan yang menyertai, lalu kau tinggalkan dengan kebingunan.
Menghibur sekaligus mencekam. Tapi satu yang benar kumengerti bahwa yang kau beri hanya kau beri tanpa kau harapkan kembalian, dan kadang yang kau beri ku kenal sebagai penderitaan.
Tak pernah kumengerti pencapaian yang kau harapkan, karena kadang Carpe diem yang kau katakan dan Ad astra per aspera di lain hari kemudian. Sebuah paradoks yang membingungkan. Menuju bintang dengan penderitaan, dan kebahagiaan bukanlah gratisan. Dalam realita kau jalani dengan kegilaan sekaligus proses panjang usaha penderitaan. Dan bila kebahagiaan telah kau dapatkan maka kemudian kau habiskan, seolah mudah untuk kau dapatkan. Dimanakah kebenaran ?

Kunang

Kebenaran kita dapatkan dalam pikiran, bukan panca indera yang mencerap suatu kehadiran. Atau itulah sebenarnya yang berusaha kuambil sebagai pandangan kedepan. Jika kita berpikir bahwa khayalan yang nyata, maka realita-lah yang sebenarnya ilusi. dan seperti diungkapkan oleh Calderon de la Barca bahwa 'Apakah kehidupan itu? Sebuah Ilusi, sebuah bayangan, sebuah cerita, dan keutamaannya sangat sedikit, sebab seluruh kehidupan hanyalah impian..'
Dan kau adalah bidadari...
yang telah dimiliki langit kelam, dengan secuil hati yang tak terduga kita tukarkan dan masih saja enggan aku kembalikan.
Pahamilah, aku mencoba untuk membiasakan, dengan kepahitan.Panta rei, segalanya akan mengalir, berubah dan air yang mengalir di sungai bukanlah air yang sama. Suatu saat kau akan bosan atau pergi saja tanpa pesan, aku akan maklumkan. Dalam penderitaan kadang kita tak perlu menyertakan kehidupan lain untuk juga turut merasakan.
Sebentuk cinta yang kuberikan, akan kupastikan untuk tak harapkan belas kasihan dan umpan balik sebagai balasan atau tuntutan.

Kinan

Tadi malam aku bertemu Descartes yang sering kau ceritakan. Meski tak jelas apa yang dia katakan tapi aku memahami beberapa kalimat yang diucapkan, karena aku sering mendengarnya darimu. Cogito ergo sum-Hidup yang kita yakini bisa jadi sebuah impian dan impian yang kita laksanakan adalah kenyataan yang kita jalani-
Saat itu aku yakin, pertemuan dengan Descartes adalah sebuah realita, dan kehidupan yang kuingat hanya sekedar impian, juga kau... kau impian.Tetapi saat kubangun impian itu ialah impian dan kenyataan adalah realita bahwa kepalaku pusing karena memikirkan.
Dan... aku tak tahu pasti apakah ini juga impian dan aku bangun dengan realita yang lain kemudian. Tapi kupahami, kau benar akal yang membuat kita tetap hidup, apakah kegilaan sebagai realita atau kenyataan sendiri yang kita rasakan.
Kunang tolong... tunggulah aku di perempatan tempat lampu merah-hijau itu berdiri menantang, dan jangan kau biarkan aku sendiri dalam kegilaan...
---
14 3 2006
---
Maaf jika terlalu panjang.
Mar 10, 2006

selamat tinggal

cinta membuatku memasukkanmu dalam daftar doa permohonan
dia juga mengalahkan egoku untuk kesendirian yang ingin kurasakan sendiri,
bukan hasrat yang menyeret, kemudian argumentasi mulai kuciptakan
bahwa kesendirian akan berarti dengan seseorang,

aku sudah terbiasa gila dan sendirian
bukan memaksa kau untuk sama merasakan

akan kuingat kau sebagai kinan,
untuk kinanthi, sebuah kembang seperti sakura jepang
yang kutanam pada pertengahan tahun juni atau juli
ingat,
pertengahan tahun saat kita bertemu dan mulai bertukar
sesuatu yang sungguh ingin kusingkirkan,dan sekarang kunamakan pucuk-bunga pinus

ungu dan harum kuncup kedatangan, putih pucat saat mulai berguguran
dia akan segera kuncup dan kembali kembang
kinanthi juga sebuah penantian...
yang kurasa dengan siksa dan pedih enggan terungkapkan

tak cukup keberanian,
dan aku sekedar pecundang
yang memilih untuk pergi dan menghilang dalam diam

cinta dalah sebuah resiko yang sekarang kutertawakan dalam kegetiran
seperti gelas yang berada di meja,
kemudian gelas itu sengaja aku pecahkan
dan itu terlarang,

sekarang aku pergi,
untuk merefleksikan atau menghindar dari kesalahan yang aku lakukan
dan memohon pengampunan atas dosa yang berkembang kubiarkan
sebelum aku kecanduan dan mencengkeram tak kuasa kulepaskan,

selamat tinggal atau sampai nanti,
adalah pamit untuk perpisahan,
juga takdir nanti akan mempertemukan
---
Semarang, 9 Maret 2006
Mar 8, 2006

Pucukbunga Pinus



Keindahan hamparan pohon pinus di depan kita, tak pernah nyata bila kau tiada, sepi yang kuharapkan terlalu hampa dirasakan.
Segar warna daun pinus, berkilat seiring kilauan rambutmu yang bergerak-gerak tertiup angin
Kuingat benar saat seperti itu, kau akan bergegas mengikat rambut panjangmu
Dan aku akan mengambil daun pinus, kemudian kutangkup di jari kananku
Kau pasti tertawa,

Repetisi yang selalu dapat merindukan.
Lalu, kita akan berjalan menyibak alang-alang dan kumpulkan bunga pucuk pinus yang berguguran.
Kesia-siaan yang telah kita kumpulkan, hanya untuk dipandangi dalam-dalam.
Bukan melalui kata-kata, tapi tatapan dengan hati yang berbicara
Sungguh dengan itu, kita kaitkan sepasang sayap yang memang berbeda untuk mengepak beriringan.
Hinggap dari dahan ke dahan, bermain dengan pucuk-bunga pinus yang masih segar
Melagukan kesedihan dengan nada menghentak riang, lalu kemudian kita tertawakan.

Di pucuk bunga pinus itu kita titipkan sesuatu,
satu yang terbaik yang kau pilih,
satu terbaik yang kuinginkan

Saat langit tak memungkinkan untuk kita tinggal, dan mengusir kita pulang,
kita tukarkan pucuk-bunga yang kita percayai sekedar sebagai kenangan.
Dari ingatan tentang 2 perbedaan dengan kesamaan impian.

Aku terlalu sombong untuk ungkapkan kejujuran dengan kata-kata.
Atau kehabisan diksi, untuk tuliskan perasaan dengan puisi yang memabukkan
Meski kau ajarkan dengan segenap kesungguhan, juga kemampuan terbaik yang kau persembahkan, tetap saja aku tak dapat tafsirkan dibalik pucuk pinus yang kita tukarkan
Meski aku tahu benar kebahagiaan yang kau hadirkan sungguh berkesan dan bukan kewajaran, bahkan bersanding bersama ketakutan. Seiring seramnya langit kelam di hutan pinus, yang mengusir pulang.
Kita memang pulang.

Kadang aku tak ingin kembali ke hutan pinus yang kau temukan,
Tapi angin selalu menebarkan bebauan pucuk-bunga pinus yang dihari sebelumnya kau tukarkan, untuk kembali datang,

Saat aku datang sendirian di hutan pinus yang kau temukan,
kesepian yang terasa adalah hampa yang menyiksakan.
Tapi di lain hari tingkahku dalam kekalutan saat kutahu kau datang awal, dan berbaring sambil mainkan pucuk pinus yang berguguran.
Lalu kau genggam pucuk pinus itu terlalu erat, dan merapatkannya
Didadamu,
Tepat dihatimu,
Ingin kukatakan agar kau segera mencampakkan pucuk pinus itu,
lalu mengusirku karena telah usik kesendirian yang kau banggakan di hutan pinus yang kau temukan,
Tapi,
Yang kulakukan hanya duduk dibelakang mengamati kesendirian yang kau rasakan, bahkan berharap kau segera sambut kedatangan karena butuh bantuan kumpulkan pucuk-bunga pinus yang berguguran.

Repetisi itu sudah dapat dirasakan dan aku biarkan,,
membahagiakan sekaligus menakutkan.
Saat angin semakin kencang menerpa daun-daun pinus,
kau akan bergegas mengikat rambut panjang seperti kebiasaan,
dan kurelakan hatiku terkait bersama ketakutan.
---
Semarang, 8-3-2006
---
Mar 3, 2006

Pamit

Tiba saatnya undur diri
dan kembali renungkan,
segenap kesalahan karena membingkaimu
dengan begitu indah,
disisi kebebasan yang kau idamkan.
Dan meyakinkan bahwa kau butuh perawatan,
agar berkenan tetap tinggal.

Tiba saatnya kulepaskan,
seluruh hasrat terdalam,
karena kau siap berenang kelautan luas
seiring waktu akan sanggup selami samudra

Cukup sudah tugasku,
sebagai penawar racun untuk sakit,
yang tak benar kau rasakan.
Mencerahkan dengan sebuah ilusi,
yang justru menyeret dalam kelam.
Pembebasan yang kubawa hanyalah pelampiasan
atau sekedar persembunyian
dari kebosanan yang kaurasa
dari lautan yang mencukupkan

Cukup sudah tugasku,
dan ijinkan aku melepas kepergian,
kau siap menjelang kepastian di depan.
Jangan kau rasa luka pengusiran,
karena semu bagi kehadiran yang kau butuhkan.
Jika kau katakan tak mungkin kau lupakan
dan terlanjur menetap dalam,
nanti pasti akan pergi dan menghilang.

Meski di awal kau rasa sepi,
atas hilangnya kepingan inspirasi.
Nanti dia pasti pergi,
seperti jejak di pantai,
yang begitu dalam menapak di pasir
pada awal kehadiran ombak dan buih akan menghapusnya kemudian,
saat kau lengah sibukkan diri hindari karang tajam.
Kau pasti akan terbiasa untuk abaikan.

Aku pamit untuk kemudian kau lupakan,
sedikit mual berkreasi melampaui diri,
penilaian adalah omong kosong yang melelahkan
padahal aku ingin semuanya kuraih dengan kekuatan
dan kumiliki untuk kumanfaatkan
tapi sungguh nurani telah diujung lidah
hampir menyentuh hasrat yang menjulur seperti amandel

aku mulai mual
terasing dari ilusi yang kuciptakan
serta meragukan manfaat obat yang kutawarkan

aku pamit untuk kau lupa
pembebasan yang kutawarkan hanyalah persembunyian atau pelampiasan
kebebasan bagiku adalah kesendirian juga enggan berteman
---
4-3-2006