Copyright © dahanpinus
Design by dahanpinus
Jan 22, 2007

dan hujan mempertautkan kita...


---
seperti desember 2006 ;)

setapak jalan


setapak di depan kehidupan
apakah batu terjal,
tanah lempung
atau aspal gersang
setiap langkah dengan panduan

setapak detik luka mengering seiring jalan
terik membunuh kuman,
tapi lunglai diam
setiap kehidupan adalah tuntas atau gagal

setapak kaki telanjang
tajam kerikil,
lunak lempung
juga panas aspal
menyayat ilalang
juga gersang

setapak kaki melangkah pelan
menghayati setiap genangan kemenangan
lalu pertempuran di persimpangan
mematahkan nafas mengundang ajal

inilah pembebasan
rasa sakit diambang batas
menjadi jawab atas gundah
ujung atau pangkal

kematian pun butuh perjuangan
menjadi martir untuk dikenang

kaki ini nanti tak butuh jalan
hanya padang lapang
teduh pohon ara dan pinus bergantian
semerbak melati kamboja bercampuran
dingin setapak gegas atau pelan

jalan kini ;
lapang
lengang
kehidupan
dan kesepian
---
Jan 17, 2007

Semiotika (1)


Semiotika itu apa sih? Begitulah kira-kira pertanyaan yang sering ditanyakan ke saya? Emang apa hubungannya, saya khan ngajar fotografi. Tetapi setelah saya pikir ada baiknya saya memberikan sedikit yang saya ketahui, dari sedikit literatur tentang semiotika yang saya baca, dan ternyata salah jika mengatakan kalau semiotika tidak ada hubungannya dengan fotografi atau bidang-bidang yang lain. Tanda itu tersebar ! dan Semiotika bekerja di dalamnya!
Secara ringkas semiotika ialah Ilmu Tanda. Bagaimana menafsirkan dan meneliti bagaimana bekerjanya suatu tanda dalam membentuk suatu kesatuan arti atau suatu makna baru saat ia digunakan. Semiotika merupakan suatu metode analisa isi media atau suatu teks, dimana analisa tersebut mengadaptasi model analisa linguistik dari Ferdinand de Saussure (1960). Ferdinand de Saussure memberikan pengertian semiotika sebagai : sebuah ilmu yang mempelajari tentang bekerjanya tanda-tanda sehingga dapat dipahami dalam masyarakat. Dengan semiotika akan dapat ditampilkan apa saja yang membentuk tanda-tanda dan bagaimana bekerjanya (Arthur Asa Berger, 1997a ; 6).
Suatu teks atau tanda memiliki dua sisi yang berbeda, 2 sisi seperti mata uang logam, yang membentuk suatu kesatuan yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara satu sama yang lain. Sisi tanda yang pertama ialah signifier (signifiant) atau penanda, sedangkan sisi yang kedua ialah signified (signifie) atau petanda.
Sebuah signifier mengacu kepada sound-image-teks, yang secara lebih jelas oleh Claude Levi Strauss disebut sebagai the material aspects atau dikenal sebagai yang terindera atau citra akuistik (dalam Octavio Paz, 1997a : 62). Sedangkan signified merujuk pada konsep (mind of interpreter), atau sebagai yang terpahamkan oleh pikiran ( Octavio Paz, 1997b : 62).
Hubungan antara signifier dan signified bersifat serta merta dan acak, tidak dapat diketahui mana yang lebih penting dan lebih dahulu. Yang pasti dalam pemikiran Ferdinand de Saussure tanda (sign) merupakan kesatuan yang terdiri dari Penanda dan Petanda yang bersifat dialektis.
Keberadaan suatu tanda/teks selain memiliki dua sisi diatas juga memiliki 2 sisi yang lain yaitu synchronic dan diachronic. Synchronic berarti analitis dan diachronic berarti historis. Dengan kata lain synchronic memandang teks berdasarkan hubungann dengan realitas di lingkungan sekitar, dan diachronic melihat keberadaan teks itu sendiri dari untaian dan rangkaian kata yang membentuk arti.
Claude Levi Strauss dan Vladimir Propp mengembangkan pemikiran Saussure tersebut dengan mengemukakan kajian terhadap teks meliputi : Syntagmatic Analysis, Paradigmatic Analysis dan Intertextuality. Syntagmatic dapat dianalogikan sebagai rantai dimana teks dapat dimengerti sebagai alur dari kejadian yang membentuk suatu narasi. Penjelasan teks dengan syntagmatic ialah teks dapat dideskripsikan dalam suatu fungsi yang memiliki penjelasan dan kesamaan arti (Arthur Asa Berger, 1997b:13).
Paradygmatic dari suatu teks melibatkan pencarian dari pola-pola yang tersembunyi karena adanya perlawanan (oposisi) dengan suatu realitas teks lain, dimana hal itu terkubur di dalamnya dan secara tidak disadari membentuk suatu arti. (Arthur Asa Berger, 1997c;18). Paradigmatic secara jelas menggunakan cara strukturalis dimana mencari sudut pandang dan oposisi biner. hal ini dikarenakan karena suatu arti terbentuk dari hubungan yang dibangun, dari produksi arti yang dioposisikan.
Intertextuality, adalah suatu tujuan dalam membangun suatu teks dengan menggunakan bahan tertentu baik secara sadar maupun tidak. Intertextuality melibatkan penggunaan material satu yang terkait dengan yang lainnya, seperti plot, tema dan penentuan karakter yang akan menentukan cara dan keberadaan teks tanpa disadari oleh teks itu sendiri.

---
Maaf tidak berpuisi,gambar di atas penafsiran saya untuk memudahkan semiotika, bukan bermaksud mengkotak-kotakkannya dalam klasifikasi tertentu.
Semoga berkenan...
Jan 10, 2007

Sebuah pesan yang tertinggal...


Jika kukira telah kumenangkan
ternyata akulah pecundang, terbawa oleh hasrat sampai meruang
pada setiap detik dan hentakan pertanda datang
bukan tenang tapi gusar menanti masih menyakitkan

Bagaimana tinggal kurelakan apa yang selayaknya tak didapatkan
kedekatan bagai labirin pada jejak yang ditinggalkan
bukan kuarungi sendirian.
Juga bukan kesanggupan kutanggalkan
setiap rangkaian yang dibangun sejak awal,
kemudian kau kacaukan setiap kuncup bunga yang jadi hiasan
dengan sebuah ucapan :
"Hati setiap kupu-kupu sanggup dimiliki oleh kembang,
tapi bukan hitam dan merah perjalanan hidupnya.
Seiring takdir dia akan berkelanjutan atau serta merta dihentikan."

Aku terlalu banyak meminta pada seorang pengelana,
yang kuharapkan selamanya tinggal.
Datang dan duduklah diam, biar kurasakan degup ini sampai sesakkan
juga kurasakan kehadiran tiada lagi berbatas rel panjang.
Jadilah damai bagi hati yang tak tenang:
datang dan tenang, jangan terburu enyah
karena entah kepenatan yang akan menggantikan
setiap ruang, jalan dan rangkaian yang terlanjur menjadi cetakan.

Tak pantas untuk disepakati keinginan,
Meski harapan masih kuingin tinggal.
Singgahlah, aku temukan keyakinan pada satu sisi,
satu irisan yang kubangunsatukan sekarang.

Aku bukan abaikan setiap detik yang meruang seiringmu,
seperti kau menyiram harimu, dan tak terasa mengabaikan
bangku saat jadi teman diam.
Seiring yang kau siram, juga jejak yang kau tinggalkan,
kau meruang di dalam,
menciptakan sebuah media bagi keberadaan.

Aku adalah aku,
tak sehebatmu menghadirkan sebuah bayangan,
merasakan keberadaan dari ketiadaan,
juga bercakap tentang cinta pada angin dan kabut yang datang.

Bagiku,
kau adalah keadaan dan keberadaan,
bukan bayangan atau keadaan yang sanggup kau bentuk dari ketiadaan.
Dengarlah dan kau perhatikan,
bahwa setiap membara atau padam yang gegas kautinggalkan hendaknya kau tandai,
juga tulislah pesan bahwa akan datang kabut atau angin sebagai teman
karena jejak terlanjur menjadi rindu meruang.

Akankah kupenuhi dengan kembang atau haruskah sisanya kuiisi dengan senandung ombak
meski sama saja keduanya adalah pembebasan sementara yang menyakitkan.
Atau masihkan kau ukur seberapa dalam kesabaran,
dan reaksi rasa yang kau tuang pada bidang rentan,
hingga tak kau hiraukan sebentuk lelah karena bercumbu dengan angan

10 Januari 2007-02.00 am