Copyright © dahanpinus
Design by dahanpinus
Feb 24, 2008

surat


Di tempat ini;
tanggal, bulan, dan tahun ini
kepada seseorang atau sesuatu
yang aku hormati di situ

Dengan seluruh empati disini,
dan begitu banyak yang aku lewati
dibalik segala sesuatu yang kukagumi;
meraihmu sekejap adalah berkahku
meski selamanya senantiasa menjadi mimpi buruk jauh dilubuk hatiku

engkau tak ubahnya seperti waktu,
yang berubah seiring kau melangkah satu titik ke satu
tapi kenapa aku rela menunggu (tak pernah terucapkan untukmu)
seperti waktu yang selalu mengusik gelisah kemanapun berlalu
seolah kau juga mempedulikanku

setiap langkahpun aku tahu, itulah kodratmu
tanpaku semuanya tetap akan berputar tentu
meski kucoba, aku tak dapat iringi langkahmu
tak akan mampu bersanding apalagi menyusulmu
aku hanya menantimu di sini, di suatu titik
di mana kau berawal dan berakhir bersamaku

jika kau adalah detik itu
aku ingin jadi menit yang setia
meski menunggu, menit tak akan terlalu lama terbunuh rindu
tapi kau tak pernah memintaku, meski aku rela untuknya

Dengan empati
kau pasti sedang bernaung di bawah pohon ara
karena hujan sedikit mengganggu perjalanan
kau sebut tanaman itu sebagai pohon penyair;
mungkin karena rindang dan dahannya sekokoh cakar ayam
hingga penyair akan betah bersandar
atau karena pohon ara adalah simbol ketenangan
orang rumahan yang berpetualang dengan pikiran
seperti diam meski sebenarnya liar dengan khayalan

selalu saja tak mudah menafsirkan perilaku
dua sisi yang tak kupahami kapan diperankan berganti
sesulit aku menghitung daun ara yang berguguran
saat hujan angin merontokkan

pohon ara hanyalah pohon dengan seribu satu kisah
setahuku; tekstur daunnya menyerupai daun jati
dan mungkin menjadi temanmu abadi,
dengannya hujan tak akan mampu bekukan hati
menyelimutinya agar tetap hangat
karena hati beku adalah mati; seperti seonggok daging sapi
di freezer supermarket dengan diskon tinggi
jika hati mati, buat apa kita hidup lebih lama lagi
setelahnya keberadaan kita hanya siksa tanpa henti
katamu suatu kali..

tapi aku sering bermimpi,
hatiku mati suri; pati rasa lalu peka lagi
seiring waktu yang membawamu datang juga pergi
riang sunyi menyatu dan tak jua kutahu mana yang lebih kusukai
seperti itukah jejak yang kau tinggalkan menjejal tanpa bisa henti

atau kau biarkan segalanya berkembang tak pasti
berangsur jejak itu akan sirna
dan gegas ku lacak dan ku ukur satu persatu
dengan beribu pertanyaan membuncah; apakah itu milikmu?
dan waktu atau hujan bersama sial ini sengaja kau kirim
sebagai suatu strategi regenerasi; untuk menghapus segalanya
bahwa kehidupan dan kisah baru akan tumbuh lagi
membawamu datang kembali; tak sama tapi pasti dapat kukenali
dan masa lalu serta pengorbanan hati jadi kumaklumi

Dengan sepenuh empati,
biarkan aku menjadi diriku dihatimu
dan sesekali ikut bersama liarnya khayalmu
disitu kamu berdiri, bernaung sekuat akar ara
dan disini akan kucoba mengumpulkan dedaunan gugur
sebagai cindera mata dengan sepenuh upaya

salam dari sini...
tertanda
aku
Feb 15, 2008

ujung

sampai disini langkah henti
enggan kembali diam saja berdiri
tak akan membuat jengah apalagi lelah
seiring kesabaran bertahan jangan musnah

aku telah lewati apapun, kemanapun
seluruh arah membawaku kembali pada ujung
atau aku berangsur tua sekedar menunggu
membiarkan waktu merengut tak ampun

disinilah aku bermula,
berlaku sebagai sesiapa
lalu berakhir menjadi bukan apa-apa
tapi aku tak diam, bergerak
agar berat badan tak mematikanku duluan

dan kau atau kalian membawaku ringan
tanpa tegang keletihan dan berhias senyuman
karena aku dapat kau lempar di ujung jurang
lalu terbang ke setiap sudut kenangan
Feb 3, 2008

dan apabila semuanya berakhir...(Carpe Diem)


(_sebelum mati esok pagi, nikmati hari ini
setelah hilang masa ini penyesalan pun tak begitu berarti
sendiri ya sendiri, menatap ratap dinding sunyi
dengan pengap beku mencengkeram nyali seciut biji_)

Kematian begitu susah dicerna,
tak seperti pisang krim keju di depan kita

Tapi bukankah kita terlalu muda untuk risau
dan biarkan saja ajal enggan berteman dengan kita
lalu hidup, hiduplah selama mungkin
selama-lamanya karena jatah kita masih panjang

atau jangan kuatirkan kematian, seperti kataku waktu itu;
badan hanya materi yang renta, aus-rusak dipengaruhi
usia atau apa...
jika badan sirna, jiwa kita akan tumbuh sayap,
terbang lepas dari badan renta
disitulah kehidupan baru jiwa bermula
sebut saja keabadian
karena jiwa selamanya

Kita tahu bahwa segalanya berakhir;
nanti
nanti,,,
nanti,,,,,,

engkau atau aku hanya masalah waktu
pada sudut tertentu ajal bukan milik kita,
seperti di ujung sana, juga di belakang sana
dia memang mengambil sesiapa sekehendaknya

kita tahu segalanya akan berakhir
dengan ukuran tubuh rapuh rentan
kita tahu segalanya akan sirna
ditelan bumi entah jadi makhluk apa

kau tahu, bahwa aku sering kali menghibur diri
karena kematian selalu menakutkan; adalah berteman sepi yang hitam
tak yakin di dalam sana menyejukkan
seperti kugambarkan bagai khotbah pendeta
kau tahu percuma juga kau tanyakan kepadaku
perihal sayap-sayap jiwa
yang membawa terbang menuju keabadian,

dan bualan apa yang setengah kau percaya
bahwa sebuah akhir adalah awal bagi materi baru
dengan jiwa kita sebagai isiannya
membuat kita tetap hidup selamanya
pergi kemanapun seperti elang di sabana

Senyummu, getirmu, tatapan kosong matamu
seringkali membunuhku meruntuhkan keyakinan yang kukarang
aku terlalu muda untuk ragu,
Iya khan, bukankah kita terlalu muda?

Tapi matamu, senyum getirmu
adalah pertanyaan;
_"Bagaimana kalau tak ada sayap jiwa,
bukankah ada kemungkinan jika kematian akhir segalanya?
dan bukankah kita tahu Tujuan dari Hidup adalah Mati..."_

-Tertunduk ragu, diam pendeta-

Lalu kau lekatkan telapak tangan pada pipi kiriku;
"Hari ini dunia milik kita, ada kau aku kapan saja;
entah hari itu datang esok, atau esoknya.
Jika bisa aku akan ajak kau bersama,
tapi kita tak berhak ajak sesiapa habiskan lorong itu berdua.
Nyawa kita bukanlah milik kita sepenuhnya"

Seperti sebuah do'a, kau bentuk kedua telapak tangan menengadah
lalu keduanya kau lekatkan dipipi kanan kiriku;
"Nikmati saja saat kita bersama, rasakan sampai ke lubuk jiwa
bahwa setiap kenangan dan melodi adalah nyata.
Nikmati saja hari ini, jangan biarkan kau atau aku pudar
dengan penyesalan karena membuang setiap kesempatan
karena jika sunyi kelam itu datang,
tak ada yang dapat memastikan bahwa kita akan bersama."