Copyright © dahanpinus
Design by dahanpinus
Aug 28, 2015

Perahuku adalah kata

Aku belajar tentang sebuah rasa yang tertuang melalui kata.
Kata yang kau kira mudah tertulis ucapkan, berlalu cepat bagai debu
yang larut dalam hujan tertulis di kemarau panjang.
Bagiku kata ini adalah perahu, kupersiapkan dengan dayung dan layar yang
kuanyam dengan benang kesadaran antara nyata dan maya.Tidak hitam
atau putih tetapi abu-abu sebagai warna. Kau tahu kenapa?
Karena dibatas maya dan nyata kau ada di pusara jiwa.

Perahuku berbekal kunang-kunang yang kusimpan dalam gelas kaca,
bekas wadah carica, kututup dengan plastik berlubang secukupnya
agar membuat mereka menghirup udara sebebas di awan
Paling tidak dalam 2 minggu dia akan berkedip saat malam,
menemani agar tak kesepian atau terasing di tengah samudera
tak kukenal. Setelah waktu yang menyertai bosan akan ku lepas
mereka menuju kehidupan lanjutan. Atau juga kurelakan pergi lalu
bersama perahuku mengejawantah ke dalam jiwa-jiwa baru yang tak kukenal
di raga mana tempatnya bernaung.

Perahuku berbekal keterasingan, keadaan yang tak jua kupahamkan.
Semu yang tak terelakkan. Karya yang kucipta menjadi tak kukenal,
seolah bukan buah tanganku sebagai asal.
Apakah karya pujangga atau pecundang dengan rayuan, atau buruh
yang terdera kerja tak tahu ujung karyanya mengada.
Mungkin..suatu saat perahu ini akan karam, atau terhempas digulung
gelombang, karena tak sanggup kendalikan kemudi liar,
yang temukan kebebasan disela-sela badai datang.

Akan kusebut kau kekasih atau teman, sebagai tempat
belajar. (Terserah kau saja, asal kau nyaman dengan satu sebutan.
Dan kita kenal sebutan itu sebagai kesepahaman. Kekasih, teman
atau apa saja yang kau inginkan).
"Perahuku berlayar untukmu, mengarungi samudera tak bertuan,
menuju pulau tempatmu bernaung tetapi tak jua kutemukan. Atau
ku tak sadar telah berubah haluan, tertabrak hiu atau tergores
karang."
Kau mungkin tak bosan, setidaknya malam ini kau lempar
tanda ke langit wartakan kesunyian penantian, dan doa agar
perahuku bertahan meski bekal tersisa ketiadaan.

(Sebagai kekasih atau teman) Akan kujaga setiap bekal yang
kau titipkan pada angin malam. Kutangkup simpan pada karang,
agar bersenandung saat aku kehilangan daya untuk teruskan.
Kukembangkan layar dengan semangat pencapaian, juga kupunguti
rindu telah ku lempar ke buritan, karena ku kira roman picisan.
Tetapi Andai perahuku karam karena badai atau angin topan,
jiwanya akan larut dalam asin garam.
Mewarnai air, memberi makan bagi burung camar.
Jangan kau ratapi, karena perahuku tak pernah dibangun dari kecengengan.
Bentuk adalah milik sang waktu, jiwanya kadang dimiliki camar
atau terumbu karang.

Dan perahuku adalah kata, bahwa kita sepaham dalam jiwa.
Raganya entah bila. Rupa tertera di keliling jiwa;
jangan kau hirau apalagi dihamba,
karena nanti tiada.
----