May 18, 2006
luruh bersama pepohonan
Seperti floria juga pepohonan,
tak bisa tentukan tercantik terteduh sebagai hiasan juga naungan di taman
juga tak tertuntaskan untuk lukiskan seluruh keelokan dengan kanvas membentang
Seperti benalu penghisap bernaung sirnakan keindahan,
tak terpikirkan maskumambang* kuning subur menghampar selimuti daun tehtehan
mampu sembuhluruhkan sakit mengeram
Seperti beban saat siang, beratus kali patahkan keyakinan
bertahan agar tak mati lalu trubus regenerasi tak hendak diam
Seperti rindu, selalu datang sesakkan ruang,
awalnya bahagia berpengharapan, semua simbol mengejawantah saat kehadiran
bagai burungburung sriti hilir mudik gegas redup merkuri sinari percakapan,
lalu lenyap sebentar dan hilang sebelum malam benar menakutkan
Sakit bila tak tertuntas lepas
bergumam rapal kecewa meratap roncean melati terbiar
lalu kugunakan pepohonan asem membumikan ilusi penglipur
seolah dinaungannya jemarimu tergenggam
Letihpun nanti membiasakan
dan kau akan mewujud pada keindahan alam
Seiring hari aku belajar luruhkan siksa meradang bersama dedaunan,
dengan kebahagiaan yang kumasukkan daftar terjemahan,
merujuk pada siksa untuk ilusi yang dihadirkan
Sepertinya yang tinggal tetap nanti, adalah perubahan
dan apakah rindu menari adalah kealamian
atau tombol yang mudah dihidupmatikan,
bersama waktu kita akan tafsirkan,
tapi, apakah patut kita rasakan...
----
Semarang 18 Mei 2006
---
*nama jawa untuk benalu spt mie kuning
7 comments:
at: 4:14 PM said...
Rindu yang menjelma lara, biarkan saja menghentak sampai reda dengan sendirinya, waktu bukanlah penentunya. Hati kita yangmenentukan, akan dibawa kemana rindu ini? tetap dibiarkan menyala ditungkunya meski berjelaga? ataukah memadamkannya, dan membuarkan baranya mengahangati jiwa. Kau lah yang tentukannya
at: 8:43 AM said...
ternyata masih tetep dengan puisinya. adakah yang buat yuti...???? baru kali ini kan puisi minta... kekeke....
" aku cuma membawa diriku sendiri
semua kupaksa masuk dalam hati dan pikiran"-----> klo aku bisa seperti itu... pasti kupaksakan juga *lah emang gue tas*
at: 3:39 PM said...
Tanyakan pada malam
Bagaimana purnama gelisah dalam sendirian
Ketika tiba masanya tenggelam
Namun tak sepatah kata terucapkan
Hanya satu jawaban
Adalah pohon tumbuh kembang tanpa peringatan
Datang, kemudian menghilang
Demikian tertuliskan
-Jika bulir hujan dinantikan dalam gersang
Tunggu saja hingga musimnya datang-
Dan agar kepatutan tidak lagi jadi pertanyaan
Jangan mintakan jawaban
Senyum saja,
Sampaikan bulir hujan dinantikan
Saat gersang kemarau panjang
at: 8:24 AM said...
seperti rindu yang selalu kau nafikan,
mungkin kau tidak lagi sendirian
saat ku jauh-pun
kau masih bisa mengerang,
menolak dengan lantang
'jauhlah kau di pandangan...
'dan jauhlah juga kau di pikiran...'
saat itu aku tak begitu hiraukan
atau sekedar gurauan
dari orang yang lelah pada setiap mingguan
dan aku tahu,
kau begitu mudah melupakan
---
salam buat mbak dani
juga buat daryan dan aine
at: 2:30 PM said...
seperti air yg statis mengalir...
at: 4:33 PM said...
oalaaaaah...ternyata mie kuning itu namanya maskumambang toh?
hihihi...itu salah satu mainan gw waktu kecil loh pinus :D
at: 8:24 PM said...
dhan.. mumet aku ..
mending bahas pitik kantropus erektus aja yook..
Post a Comment