Copyright © dahanpinus
Design by dahanpinus
Feb 3, 2008

dan apabila semuanya berakhir...(Carpe Diem)


(_sebelum mati esok pagi, nikmati hari ini
setelah hilang masa ini penyesalan pun tak begitu berarti
sendiri ya sendiri, menatap ratap dinding sunyi
dengan pengap beku mencengkeram nyali seciut biji_)

Kematian begitu susah dicerna,
tak seperti pisang krim keju di depan kita

Tapi bukankah kita terlalu muda untuk risau
dan biarkan saja ajal enggan berteman dengan kita
lalu hidup, hiduplah selama mungkin
selama-lamanya karena jatah kita masih panjang

atau jangan kuatirkan kematian, seperti kataku waktu itu;
badan hanya materi yang renta, aus-rusak dipengaruhi
usia atau apa...
jika badan sirna, jiwa kita akan tumbuh sayap,
terbang lepas dari badan renta
disitulah kehidupan baru jiwa bermula
sebut saja keabadian
karena jiwa selamanya

Kita tahu bahwa segalanya berakhir;
nanti
nanti,,,
nanti,,,,,,

engkau atau aku hanya masalah waktu
pada sudut tertentu ajal bukan milik kita,
seperti di ujung sana, juga di belakang sana
dia memang mengambil sesiapa sekehendaknya

kita tahu segalanya akan berakhir
dengan ukuran tubuh rapuh rentan
kita tahu segalanya akan sirna
ditelan bumi entah jadi makhluk apa

kau tahu, bahwa aku sering kali menghibur diri
karena kematian selalu menakutkan; adalah berteman sepi yang hitam
tak yakin di dalam sana menyejukkan
seperti kugambarkan bagai khotbah pendeta
kau tahu percuma juga kau tanyakan kepadaku
perihal sayap-sayap jiwa
yang membawa terbang menuju keabadian,

dan bualan apa yang setengah kau percaya
bahwa sebuah akhir adalah awal bagi materi baru
dengan jiwa kita sebagai isiannya
membuat kita tetap hidup selamanya
pergi kemanapun seperti elang di sabana

Senyummu, getirmu, tatapan kosong matamu
seringkali membunuhku meruntuhkan keyakinan yang kukarang
aku terlalu muda untuk ragu,
Iya khan, bukankah kita terlalu muda?

Tapi matamu, senyum getirmu
adalah pertanyaan;
_"Bagaimana kalau tak ada sayap jiwa,
bukankah ada kemungkinan jika kematian akhir segalanya?
dan bukankah kita tahu Tujuan dari Hidup adalah Mati..."_

-Tertunduk ragu, diam pendeta-

Lalu kau lekatkan telapak tangan pada pipi kiriku;
"Hari ini dunia milik kita, ada kau aku kapan saja;
entah hari itu datang esok, atau esoknya.
Jika bisa aku akan ajak kau bersama,
tapi kita tak berhak ajak sesiapa habiskan lorong itu berdua.
Nyawa kita bukanlah milik kita sepenuhnya"

Seperti sebuah do'a, kau bentuk kedua telapak tangan menengadah
lalu keduanya kau lekatkan dipipi kanan kiriku;
"Nikmati saja saat kita bersama, rasakan sampai ke lubuk jiwa
bahwa setiap kenangan dan melodi adalah nyata.
Nikmati saja hari ini, jangan biarkan kau atau aku pudar
dengan penyesalan karena membuang setiap kesempatan
karena jika sunyi kelam itu datang,
tak ada yang dapat memastikan bahwa kita akan bersama."

0 comments: