Seperti pagi hari Sabtu, yang tiba-tiba menjadi Senin pada keesokan
Bagaimana sekumpulan nyali memaksa kemalasan dengan iming-iming keberhasilan impian
Terjerembab pada kesibukan langitan bagi seorang rakyat jelata yang asing
dari rentang waktu dimana kita berusaha untuk tetap bergerak dalam iman
Aku mungkin tenang, tapi tidak diam, hanya saja kadang aku sangat perlahan
tentang hari Sabtu yang entah kenapa menjadi Senin, sebenarnya enggan...
Disini aku berjuang, mungkin terdengar seperti slogan yang tak seperti kelihatan
Meski tersenyum bahkan tergelak tawa, itu hanyalah sekedar kepantasan
bahwa tak mungkin kubagi penderitaan yang akan menjadi beban
bagi Kamu yang ada jauh di seberang
Atau aku hanya tak ingin dikenal sebagai Sabtu yang rentan, yang takut menjadi Senin yang lebih mengagumkan
Atau aku juga enggan dianggap seorang yang lemah pendirian, lalu berputus asa tanpa berpikir panjang
Tahukah kamu,
aku beranggapan mewarisi kekuatan super dimana lebih hebat dari yang kelihatan
dan aku percaya, mesti aku terlahir sebagai Sabtu, bisa saja aku menjadi Senin
karena katanya; manusia hanya menggunakan 40% dari kemampuan
akan kutunjukkan 60% sisanya untuk menjadi Senin yang mengagumkan
sehingga kita tidak perlu mengumpat dengan kebencian,
padahal kita hanya iri pada pencapaian yang jadi angan
Untuk sebuah angan, tak perlu repot memesan karcis apalagi membayar
Mudah untuk menyampaikan, tapi berbanding terbalik saat dilakukan
Sehingga banyak hal pun, akan mampu membuat kita membenci pilihan kehidupan
Aku ingin pulang, putus asa adalah jalan terbaik karena bimbang
mungkin ke rumah atau ke suatu tempat yang membuatku tinggal bermalasan
Namun untuk pulang ke tempatmu, aku harus punya beribu alasan,
sekiranya dapat kau terima sebagai logika yang masuk nalar
padahal aku hanya pecundang yang mengalah sebelum selesai berjuang
Dan masih tak kutemukan tempat sepertimu yang sepadan,
Untuk itulah kuurungkan dan bertahan tinggal, hanya melalui satu alasan
Apa?
Bersabar dan perlahan,
Saat tenang, dasar sungai menjadi terang
dengan perlahan segala sesuatu mudah dikendalikan
Sampai paham bukanlah “Hari”, “Jalan”, atau “Perahu” tujuan kita,
juga bukan kebahagiaan, yang didefinisikan terlalu sempit dengan material
namun sebuah proses yang tak putus dalam sekali jalan
Ya!
Kita akan bertemu di sebuah jalan bertuliskan tinta berwarna merah terang
Jalan tanpa traffic light karena hanya lurus panjang
Jalan dengan satu aturan; tidak ada putar balik atau mundur ke belakang
Jalan lengang dimana kita tidak perlu untuk tergesa-gesa seperti kebiasaan
Sebuah jalan yang membuat kita mengurai perlahan,
menandai setiap langkah dengan setiap fase kedewasaan
Apakah aku plin-plan, dengan standar ganda untuk menamakan
Engkau sebagai perahu kata atau hari Senin yang menggelora
Namun bukankah sebenarnya keduanya serupa, sama, dalam keterbatasan
Perahu atau hari Senin adalah bagian kecil dari semesta membentang
Kita tak lagi merasa “gumunan"
Tidak dalam masa mempertanyakan setiap takdir kehidupan
Kita adalah sakura yang berkembang di sela musim semi yang sejuk
Kemudian mulai rontok pudar pada pergantian musim dingin
atau ngambek seperti kekasih yang hari jadinya terlupakan pasangan,
menjadi musim panas yang selalu membuat uring-uringan
Begitulah kita menikmati musim dengan karakter keunikan
Entah tanpa atau sadar,selalu saja berulang,
seperti rutinitas yang kita jalankan
Meskipun,
ada saja beberapa hal baru mendisrupsi lalu menjadi kebiasaan,
tetap dalam bingkai; 4 musim, 24 jam, 7 hari, 12 bulan
Sabtu, atau Senin, atau hari yang lain memiliki karakter unik yang ditempa oleh;
alam, kebudayaan atau suatu tatanan utopia
yang tampak seragam;
perbedaan dalam keseragaman
Keseragaman yang sesekali ketat berulang, berawal dari ketiadaan,
Seperti waktu,
apa korelasinya dengan Kita?
Aku,
Kau
melebur dalam kehidupan,
menjadi Kita.
dalam satu Linimasa;
Waktu
Kemudian, kubiarkan kau sementara pergi berjenjang dengan waktumu sendiri
Dalam disparitas ruang, dan jam untuk sebuah keyakinan
yang kita anggap sebagai harapan perbaikan bagi kehidupan
Namun masing-masing dalam perjuangan yang sama untuk proses kedewasaan
Meskipun perbedaan ruang dan jam membuat kita seolah berjalan sendirian
Setidaknya aku mulai faham bahwa fana memang berteman dengan;
ada dan tiada dalam refleksi sunyi sebagai akhiran
Hebatnya,
Denganmu setiap sunyi adalah bunyi tanpa gelak berlebihan atau malah menjadi kesepian
Sehingga kita bisa mengenal suara nafas, hentakan langkah menyela suara alam raya
Menyatu tanpa kita tahu, atau sadar
Engkaulah semesta raya dalam dunia yang kita simulasikan
Bukan hanya rumah tinggal
Tapi pusat tata surya kelembaman
Rutin kurindukan walau tanpa bersua dihadapan,
hanya perkara waktu dan ternyata hanya itu yang benar kumiliki meski tak sepanjang perkiraan
Nanti perjalanan kita akan aku visualisasikan
Visualisasi hanya butuh waktu untuk menghimpun data
dari Senin sampai Sabtu, lalu diam perlahan di hari Ahad yang kita simpulkan
Dunia kecil yang kita simulasikan
adalah sebagian dari konstelasi bima saki dan ribuan gugusan bintang
Tempat kususun kepingan-kepingan dalam satu imaji pemikiran
yang kuambil dari perahu kata dengan isian ribuan diksi yang mengagumkan
atau sakura yang menginspirasi bukan hanya pada musim semi kembang
Tetaplah jadi Senin, Perahu Kata atau Sakura
Tetaplah hidup, meski sebenarnya sepele saja
Karena hidup adalah satu tahapan transit peralihan
yang berbingkai Waktu
dan :
Waktu,
satu-satunya yang kita timang dan sayang
Itu pun tidaklah sepanjang yang kita perkirakan
—
Di suatu tempat sebelum waktu menjadi terang sekaligus mulai pudar